REVIEW JURNAL ILMU DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT
(Suatu Upaya Mengembalikan Ilmu pada Hakikatnya)
JUDUL : ILMU DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENULIS : Sri Rahayu Wilujeng EMAIL : srahayuwilujeng@yahoo.co.id Jurusan : Sastra Jepang Fakultas Ilmu Buday a Universitas Diponegoro
LATAR BELAKANG MASALAH
Alam semesta merupakan suatu wadah yang sangat menakjubkan. Di dalamnya terdapat berbagai unsur yang rumit dan penuh misteri. Manusia merupakan salah satu dari ribuan unsur yang berada di alam semesta. Berbagai agama besar di dunia menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna. Ada perbedaan mendasar antara manusia dengan makhluk yang lain, yaitu akal. Makhluk lain seperti binatang mempunyai otak yang berfungsi secara terbatas. Sementara manusia tidak hanya mempunyai otak sebagai organ. Otak manusia mempunyai kemampuan bekerja yang terus berkembang. Inilah yang disebut kemampuan rasional manusia. Kemampuan rasional yang terus berkembang inilah merupakan ciri khas manusia. Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah animal rasionale. Kemampuan rasional sangat berguna bagi manusia dalam rangka memecahkan problem hidupnya. Manusia mempunyai mempuyai dunia yang terbuka. Terbuka bagi semua kemungkinan, terbuka bagi kesempatan, perubahan, perkembangan. Dengan dunia yang terbuka ini, maka problem manusia juga terbuka, berkembang. Ada tiga kondisi dasar dari kehidupan manusia, hasrat ingin tahu, dunia yang terbuka, hasrat menyelesaikan masalah. Dari kondisi dasar inilah manusia logika manusia bekerja. Cara kerja logika manusia inipun berkembang dari yang sederhana ke arah yang lebih komplek dan sitematis. Pada tahap awal akal manusia bekerja untuk memenuhi hasrta ingin tahu. Tahap ke dua akal manusia bekerja dalam membantu memecahkan problem hidupnya. Tahap ke tiga, memasuki tahap tantangan dimana akal menciptakan kebutuhan baru atau teori (pengetahuan) sebagai pemenuhan hasrat ingin tahu.
PERMASALAHAN
Dalam Penelitian ini berusaha dibahas beberapa problem yang muncul dalam keilmuan. Problem-problem ini dikaji dalam perpektif Filsafat yang ingin menjawab pertanyaan: Apa sebenarnya hakekat ilmu? Mengapa ilmu dalam perkembangan dan penerapannya harus tetap pada hakekatnya?
LANDASAN FILOSOFIS ILMU
Menelaah ilmu dari perpektif filsafat berarti mengkaji ilmu secara mendalam untuk menemukan hakekatnya. Masalah ini merupakan bidang kajian cabang filsafat ilmu. Filsafat ilmu tidak hanya menelaah ilmu dalam perspektif filsafat yang berupa suatu kegiatan reflektif tetapi juga melibatkan perspektif normatif. Menurut Cornelius Benjamin fisafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah secara sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang pengetahuan intelektual. Sementara menurut May Brodbeck fisafat ilmu itu sebagai alaisis yang sifatnya netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu. Secara historis ilmu memang telah lama memisahkan diri dari filsafat, namun itu bukan berarti sudah tidak ada hubungan antara filsafat dan ilmu. Ilmu merupakan anak dari filsafat. Sebagaiibu yang melahirkan ilmu,filsafat meletakkanlandasan dasar bagi ilmu yang berupa fomdasi filsosofis ilmu dan tetap mengawal ilmu ngawal ilmu agar tetap apa proporsinya. Secanggih apapun perkembangan suatu ilmu, tidak boleh meninggalkan landasan filosofisnya, sehingga ilmu tidak keluar dari esensinya yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Semua bangunan ilmu berada pada tiga landasan filosofis: landasan ontologism, landasan epistemologis dan landasan etis. Tiga landasan ini semua penting, tidak ada yang bisa ditinggalkan. Ilmu tidak boleh hanya menonjolkan salah satu aspek saja. Landasan ontologi adalah titik tolak penelaahan ilmu didasarkan sikap yang dimiliki oleh seorang ilmuwan. Selain itu landasan ontologism adalah piihan cara pandang ilmu dalam memahami realitas atau pilihan atas realitas yang menjadi objek kajiannya. Di dalam ontologi terdapat dua golongan besar yaitu, materialisme dan immaterialisme (spiritualisme dan idealism). Materialisme beranggapan bahwa realitas ini adalah materi. Ketika uyang menjadi piihannya atas realitas adalah materi, maka yang objek material ilmu tersebut adalah sesustu yang bermateri, Seperti imu-ilmu alam (Natuurwissenschaaften). Ketika yang menjadi pilihan atas realitas adalah imateri (spiritualisme),maka yang menjadi objek materi ilmu tersebut adalah sesuatu yang tidak bermateri yaitu yang berkaitandengan kehidupan mausia dalam komunitasnya. Ilmuyang mempunyaiobjek material seperti ni adalah disiplin ilmu humaniora (Geisteswissenschaften) (Rizal Mustamsyir, 47). Sedangkan yang memilih realitas adalah immaterial yaitu idea, maka objek materialnya adalah seseuatu yang tidak bermateri, tetapi bisa dipahami oleh kerja akal secara pasti. Ilmu dengan objek seperti ini adalah matematika, statistika, computer (software) dan lain-lain. Landasan epistemologis pengembangan ilmu berarti titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan di dasarkan atas cara kerja dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah metode ilmiah. Secara umum ada dua metode yaitu linear untuk ilmu-ilmu humaniora yang terdiri dari persepsi, konsepsi dan prediksi. Persepsi adalah penangkapan inderawi terhadap realitas yang diamati. Konsepsi adalah penyususnan suatu pengertian dan prediksi dadalah peramalan tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Sedangkan ilmu kealaman menguunakan metode siklus empiris. Siklus empiris meliputi: observasi, penerapan metode induksi, eksperimentasi, verifikasi (pengujian ulang) terhadap hipotesa, dan terakhir konklusi berupa teori atau hukum. (Rizal Mustamsyir, 48) Landasan aksiologis (etis) ilmu merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang ilmuwan, terutama dalam kaitannya dengan nilainilai yang harus dikembangkan oleh seorang ilmuwan. Secara umum landasan ini memberikan dasar etis dalam beberapa hal. Pertama etika ilmiah dalam pengertian ilmu sebagai proses (aktivitas penelitian ), kedua dalam kaitannya ilmu sebagai prosedur (metode), ke tiga kaitannya ilmu sebagai produk (Pengetahuan sistematis), ke empat tanggung jawab seorang ilmuwan atau semua orang yang berilmu terhadap kehidupan kemanusiaan atas ilmu yang dikuasai. Problem aksiologis ilmu sebenarnya bukan masalah yang rumit jika landasan pengembangan ilmu tetap didergunakan sebagai pagar yang memberikan arahan dan batasan. Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan terdapat masalah mendasar yang sampai sekarang menjadi perdebatan panjang yaitu masalah apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak. Ada dua sikap dasar. Pertama kecederungan puritan-elitis, yang beranggapan bahwa ilmu itu bebas nilai, bergerak sendiri (otonom) sesuai dengan hukum-hukumnya. Tujuan ilmu pengetahuan adalahuntuk ilmu pengetahuan itu sendiri. Motif dasar dari ilmu pengetahuan adalah memenuhi rasa ingin tahu dengan tujuan mencari kebenaran. Sikap seperti ini dimotori oleh Aristoteles yang kemudian dilanjutkan oleh ilmuwan-ilmuwan ilmu alam. Ilmu harus otonom, tidak boleh tunduk pada nilai-nilai di luar ilmu sseperti nilai agama, nilai moral, nilai sosial, kekuasaa. Jika ilmu tunduk pada nilai-nilai di luar dirinya maka tidak akan didapatkan kebenaran ilmiah objektif dan rasional. (Sony Keraf: 150) Ilmu pengetahuan tidak akan berkembang. Ia hanya sekumpulan keyakinan-keyakinan tanpa didukung argument yang objektif dan rasional. Yang ke dua kecenderungan pragmatis. Ilmu pengetahuan tidak hanya semata-mata mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan harus berguna untuk memecahkan persoalan hidup manusia. Kebenaran ilmiah tidak hanya logisrasional, empiris, tetapi juga pragmatis. Kebenaran tidak ada artinya kalau tidak berguna bagi manusia. Semboyan dasar dasar dari sikap pragmatis ini adalah bahwa ilmu pengetahuan itu untuk manusia.
KESIMPULAN
Ilmu merupakan anak dari filsafat. Sebagai ibu yang melahirkan ilmu, filsafat meletakkanlandasan dasar bagi ilmu yang berupa fomdasi filsosofis ilmu dan tetap mengawal ilmu ngawal ilmu agar tetap apa proporsinya. Semua bangunan ilmu berada pada tiga landasan filosofis: landasan ontologis, landasan epistemologis dan landasan etis. Tiga landasan ini semua penting, tidak ada yang bisa ditinggalkan. Ilmu tidak boleh hanya menonjolkan salah satu aspek saja. Secanggih apapun perkembangan suatu ilmu, tidak boleh meninggalkan landasan filosofisnya, sehingga ilmu tidak keluar dari esensinya yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.
Komentar
Posting Komentar