REVIEW JURNAL ILMU HUKUM
“HAKEKAT KEILMUANNYA DITINJAU DARI SUDUT FILSAFAT ILMU DAN TEORI ILMU HUKUM”
PENULIS : Dosen Fakultas Syari‟ah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
JURNAL : Hukum dan Pembangunan Tahun ke-44 No.2 April-Juni 2014
REFERENSI : Bruggink, J.J.H. Refleksi Tentang Hukum, Terjemahan Bernard Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1999.
I. LATAR BELAKANG
Ilmu hukum dalam perkembangannya, selalu diperdebatkan keabsahannya sebagai ilmu, baik oleh ilmuwan bidang sosial maupun ilmuwan yang berkecimpung di bidang hukum sendiri. Sudah sejak lama sebuah pertanyaan timbul dan harus dijawab secara akademis, apakah Ilmu Hukum itu ilmu? Menurut Lasiyo, pertanyaan tersebut seyogyanya tidak sekedar dicari jawabnya secara instan, tetapi harus dikaji dan dianalisis berdasarkan landasan pijak yang kuat dan jelas dari aspek keilmuan. 2 Dari segi kajian penelitian, ilmu hukum pada dasarnya bukanlah untuk melakukan verifikasi atau menguji hipotesis sebagaimana penelitian ilmu sosial maupun penelitian ilmu alamiah. Di dalam penelitian hukum tidak dikenal istilah data. Metode kajian terhadap ilmu hukum beranjak dari sifat dan karakter ilmu hukum itu sendiri. Menurut Philipus M. Hadjon, ilmu hukum memiliki karakter yang khas, yaitu sifatnya yang normatif, praktis, dan preskriptif. Karakter yang demikian menyebabkan sementara kalangan yang tidak memahami karakteristik ilmu hukum itu mulai meragukan hakekat keilmuan hukum. Keraguan tersebut dikarenakan karena kajian terhadap ilmu hukum lebih bersifat ketimbang empiris. 3 Berdasarkan paparan tersebut, isu hukum yang muncul adalah: Pertama, apakah Ilmu Hukum merupakan ilmu? Jika ilmu hukum adalah ilmu, termasuk dalam cabang ilmu manakah ilmu hukum? Kedua, apakah sama karakter ilmu hukum dan metode kajian ilmu hukum dengan ilmu lainnya misalnya ilmu alam atau ilmu sosial? Dari dua isu hukum tersebut, maka tulisan ini disusun mengikuti sistematika antara lain: (I) Pendahuluan; (II) Konstruksi Ilmu Hukum; (III) Karakter Normatif Ilmu Hukum; (IV) Jenis dan Lapisan Ilmu Hukum; (V) Penerapan Hukum dan Pembentukan Hukum (Praktek Hukum); dan (VI) Penutup.
II. KONSTRUKSI ILMU HUKUM
Istilah ilmu (science) menyandang dua makna, yaitu sebagai produk dan sebagai proses. Sebagai produk, ilmu adalah pengetahuan yang sudah terkaji kebenarannya dalam bidang tertentu dan tersusun dalam suatu sistem. Wim van Dooren, mengemukakan bahwa ilmu dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang sah secara intersubyektif dalam bidang kenyataan tertentu yang bertumpu pada satu atau lebih titik tolak dan ditata secara sistematis. Sebagai proses, istilah ilmu menunjuk pada kegiatan akal budi manusia untuk memperoleh pengetahuan dalam bidang tertentu secara bertatanan (stelselmatig) atau sistematis dengan menggunakan seperangkat pengertian yang secara khusus diciptakan untuk itu, untuk mengamati dan megamati gejala-gejala yang relevan pada bidang tersebut, yang hasilnya berupa putusan-putusan yang keberlakuannya terbuka untuk dikaji oleh orang lain berdasarkan kriteria yang sama dan sudah disepakati atau yang dilazimkan dalam lingkungan komunitas keahlian dalam bidang yang bersangkutan. Berangkat dalam dua makna tersebut, C.A. van Peursen, mendefinsikan bahwa ilmu adalah sebuah kebijakan. Ilmu adalah sebuah strategi untuk memperoleh pengetahuan yang dapat dipercaya tentang kenyataan, yang dijalankan orang terhadap yang berkenaan kenyataannya. Sementara itu, keberadaan ilmu dalam pandangan Harold Berman, harus memenuhi tiga perangkat kriteria, yaitu: kriteria metodologikal, dalam peristilahan metodologi, ilmu dalam arti modern, merupakan seperangkat pengetahuan yang terintegrasi yang lahir dalam konteksitas dedukto-hipotetiko-verifikatif; kriteria nilai, yaitu subtansi yang mengacu pada premis-premis nilai obyektivitas, bebas pamrih disinterestedness, skeptis, toleransi, dan keterbukaan; kriteria sosiologikal, yang meliputi pembentukan kominitas ilmuwan, penautan berbagai disiplin ilmiah, dan status sosial. Dengan demikian keberadaan ilmu merujuk pada suatu struktur yang unsur-unsurnya meliputi; pra-anggapan sebagai guiding principle; bangunan sistematis yakni: metode dan subtansi konsep dan teori; keberlakuan intersubyektif; dan tanggungjawab etis.
Berdasarkan ciri-ciri ilmu di atas, maka terdapat berbagai cara untuk mengklasifikasi ilmu-ilmu ke dalam beberapa kelompok dan sub-kelompok, tergantung pada aspek [patokan/kriteria] yang digunakan. Berdasarkan aspek substansi, dikenal Ilmu Formal dan Ilmu Empiris. Ilmu formal merujuk pada ilmu yang tidak bertumpu pada pengalaman atau fakta empiris. Obyek kajiannya bertumpu pada pada struktur murni yaitu analisis aturan operasional dan struktur logika. Dapat disebutkan yang termasuk dalam ilmu formal misalnya, logika dan matematika serta teori sistem. Ilmu empiris merujuk kepada ilmu yang bertumpu pada pengetahuan faktual. Dalam rangka memperoleh pengetahuan faktual itu dieksplorasilah kenyataan aktual. Ilmu yang berkarakteristik demikian bersumber pada empiris [pengalaman] dan eksperimen sehingga bersifat empirikal dan eksperimental. Ilmu empiris dalam mengelola dan menganalisis pengetahuan faktualnya sering mempergunakan perspektif positivis, sehingga sering disebut juga sebagai ilmu positif – walaupun tidak sepenuhnya benar.
III. KARAKTER NORMATIF ILMU HUKUM
1. Terminologi Ilmu Hukum
Ilmu Hukum memiliki berbagai istilah, rechtswetenschap atau rechtstheorie dalam bahasa Belanda, jurisprudence atau legal science Inggris, dan jurisprudent [Jerman]. Dalam kepustakaan Indonesia tidak tajam dalam penggunaan istilah. Istilah ilmu hukum di Indonesia disejajarkan dengan istilah-istilah dalam bahasa asing tersebut. Misalnya, istilah Rechwetenschap oleh Jan Gijssels dan Mark van Hoecke diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai Jurisprudence. Apabila diterjemahkan secara harfiah Rechwetenschap berarti Science of Law. Istilah itu dihindari karena istilah science dapat diidentikkan dengan kajian yang bersifat empiris. Kenyataannya, hukum adalah kajian yang lebih bersifat normatif . Istilah rechtswetenschap Belanda dalam arti sempit adalah dogmatika hukum atau ajaran hukum de rechtsleer yang tugasnya adalah deskripsi hukum positif, sistematisasi hukum posisitf dan dalam hal tertentu juga eksplanasi. Dengan demikian dogmatika hukum tidak bebas nilai tetapi sarat dengan nilai. Rechtswetenschap dalam arti luas meliputi: dogmatika hukum, teori hukum dalam arti sempit dan filsafat hukum. Rechtstheorie juga mengandung makna sempit dan luas. Dalam arti sempit rechtstheorie adalah lapisan ilmu hukum yang berada di antara dogmatika hukum dan filsafat hukum.
2. Karakter Normatif Ilmu Hukum
Sebagaimana telah dibahas di atas, bahwa ilmu hukum memiliki karakter yang khas, yaitu sifatnya yang normatif. Ciri yang demikian menyebabkan sementara kalangan yang tidak memahami kepribadian ilmu hukum itu dan meragukan hakekat keilmuan hukum. Keraguan itu disebabkan karena dengan sifat yang normatif ilmu hukum bukanlah ilmu Selain itu juga obyek telaahnya berkenaan dengan tuntunan perilaku dengan cara tertentu yang kepatuhannya tidak sepenuhnya bergantung pada kehendak bebas yang bersangkutan, melainkan dapat dipaksakan oleh kekuasaan publik. Memang harus diakui bahwa di sisi lain juris Indonesia berusaha mengangkat derajat keilmuan hukum dengan mengembangkan aspek empiris dari ilmu hukum melalui kajian-kajian yang bersifat empirikal.19 Usaha menghidupkan aspek empiric dari ilmu hukum diantaranya dilakukan dengan menerapkan metode-metode penelitian sosial dalam kajian hukum selain tetap mempergunakan kajian normatif itu sendiri.20 Langkah ini dilakukan antara lain dengan merumuskan format-format penelitian hukum selain dengan membedah peraturan (produk hukum) dari aspek substansinya, juga dengan membedah aspek empirisnya dengan dibantu metode penelitian yang dipinjam dari metode penelitian ilmu sosial penelitian empirik Menetapkan metode penelitian hukum dalam cakupan yang lebih luas [pengkajian ilmu hukum], seharusnya beranjak dari hakekat keilmuan hukum. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menjelaskan keilmuan hukum dan dengan sendirinya membawa konsekuensi pada metode kajiannya. Pertama, pendekatan dari sudut falsafah ilmu. Kedua, pendekatan dari sudut pandang teori hukum.
3. Pendekatan dari Sudut Falsafah Ilmu
Filsafat ilmu lahir sebagai refleksi secara filsafati akan hakikat ilmu yang tidak mengenal titik henti dalam menuju sasaran yang hendak dicapai yaitu kebenaran hakiki dan kenyataan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari Filsafat Ilmu yang menurut Lasiyo adalah menguasai hakikat ilmu dalam konteks metodologi dan implementasinya dalam kehidupan manusia. 23 Berdasarkan pendapat tersebut, peranan falsafah ilmu dalam pengembangan ilmu pengetahuan, membedakan ilmu dari 2 (dua) sudut pandangan, yaitu pandangan positivistik yang melahirkan ilmu empiris dan pandangan normatif yang melahirkan ilmu normatif atau dogmatika hukum. Bagaimana sekarang dengan Ilmu Hukum dari sudut pandang filsafat ilmu? Menurut Philipus M. Hadjon, bahwa dari sudut ini ilmu hukum memiliki 2 (dua) sisi tersebut. Pada satu sisi ilmu hukum dengan karakter aslinya sebagai ilmu normatif dan pada sisi lain ilmu hukum memiliki segi-segi empiris. Sisi empiris tersebut yang menjadi kajian ilmu hukum empiris seperti sociological jurisprudence, dan socio legal jurisprudence. Dengan demikian dari sudut pandang ini, ilmu hukum normatif metode kajiannya khas. Ilmu hukum empiris dapat dikaji melalui penelitian kuantitatif atau kualitatif, tergantung sifat datanya.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan kembali pokokpokok pikiran sebagai berikut:
1. Ilmu hukum diterima sebagai ilmu dengan tetap menghormati karakter keilmuan ilmu hukum yang merupakan kepribadian ilmu hukum, yaitu normatif, terapan dan preskriptif. Dengan karakter yang khas tersebut ilmu hukum merupakan sui generis.
2. Menetapkan metode penelitian hukum dalam cakupan yang lebih luas (pengkajian ilmu hukum), seharusnya beranjak dari hakikat keilmuan hukum, yang meliputi 2 (dua) aspek pendekatan, yang dapat dilakukan untuk menjelaskan keilmuan hukum dan dengan sendiriya membawa konsekuensi pada metode kajiannya, yaitu: pendekatan dari sudut falsafah ilmu, dan pendekatan dari sudut pandang teori hukum.
Komentar
Posting Komentar