FILSAFAT ILMU DAN METODE RISET
Judul : FILSAFAT ILMU DAN METODE RISET
Penulis : Prof. Dr. Paham Ginting, S.E., M.Sc. Syafrizal Helmi Situmorang, S.E., M.Si.
Terbitan : pertama 2008
Alamat : Design, Publishing & Printing Gedung F, Jl. Universitas No. 9, Kampus USU Medan, Indonesia.
Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah swt. atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan buku ini. Buku ini adalah bahan-bahan mengajar penulis sebagai dosen mata kuliah metode penelitian baik di Pascasarjana USU dan di Pascasarjana Universitas Terbuka maupun di pascasarjana swasta lainnya. Penulisan buku ini pada awalnya dibuat dalam enam bab yaitu bab filsafat ilmu dan dasar-dasar penelitian, proposisi ilmiah, prinsip-prinsip pengukuran dan penyusunan skala, metode interview, komunikasi ilmiah, dan bab mengajukan usulan penelitian. Setelah itu buku di edit kembali dan disempurnakan oleh Syafrizal Helmi sehingga menjadi 14 bab. Sumber utama dari buku ini adalah catatan kuliah dan tugas-tugas penulis dalam mengambil mata kuliah filsafat ilmu dan metode penelitian baik di Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, maupun di Universitas Indonesia serta buku-buku teks lainnya dan pengalaman penulis dalam melakukan riset.
A. PENGANTAR FILSAFAT ILMU
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Plato menyebut Socrates sebagai philosophos (filosof) dalam pengertian pencinta kebijaksanaan. Kata falsafah merupakan arabisasi yang berarti pencarian yang dilakukan oleh para filosof. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab asal dan hukumnya. Manusia filosofis adalah manusia yang memiliki kesadaran diri dan akal sebagaimana ia juga memiliki jiwa yang independen dan bersifat spiritual. Sebelum Socrates ada satu kelompok yang menyebut diri mereka sophist (kaum sofis) yang berarti cendekiawan. Mereka menjadikan persepsi manusia sebagai ukuran realitas dan menggunakan hujah-hujah yang keliru dalam kesimpulan mereka. Sehingga kata sofis mengalami 2 reduksi makna yaitu berpikir yang menyesatkan. Socrates karena kerendahan hati dan menghindarkan diri dari pengidentifikasian dengan kaum sofis, melarang dirinya disebut dengan seorang sofis (cendekiawan). Oleh karena itu istilah filosof tidak pakai orang sebelum Socrates (Muthahhari, 2002). Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoretis dan filsafat praktis. Filsafat teoretis mencakup: ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan, dan astronomi; ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan metafisika. Filsafat praktis mencakup: norma-norma akhlak, urusan rumah tangga; sosial dan politik.
B. MUNCULNYA TENTANG FILSAFAT
Filsafat, terutama filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kirakira abad ke-7 SM. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikirpikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas. Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filosof ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filosof-filosof Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “komentarkomentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
C. KLASIFIKASI FILSAFAT
Di seluruh dunia, banyak orang yang menanyakan pertanyaan yang sama dan membangun tradisi filsafat, menanggapi dan meneruskan banyak karya-karya sesama mereka. Oleh karena itu filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan budaya. Pada dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Islam”.
Filsafat Barat Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Menurut Takwin (2001) dalam pemikiran barat konvensional pemikiran yang sistematis, radikal, dan kritis seringkali merujuk 6 pengertian yang ketat dan harus mengandung kebenaran logis. Misalnya aliran empirisme, positivisme, dan filsafat analitik memberikan kriteria bahwa pemikiran dianggap filosofis jika mengadung kebenaran korespondensi dan koherensi. Korespondensi yakni sebuah pengetahuan dinilai benar jika pernyataan itu sesuai dengan kenyataan empiris. Contoh jika pernyataan ”Saat ini hujan turun”, adalah benar jika indra kita menangkap hujan turun, jika kenyataannya tidak maka pernyataannya dianggap salah. Koherensi berarti sebuah pernyataan dinilai benar jika pernyataan itu mengandung koherensi logis dapat diuji dengan logika barat. Dalam filsafat barat secara sistematis terbagi menjadi tiga bagian besar yakni: bagian filsafat yang mengkaji tentang ada being, bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan epistimologi dalam arti luas, bidang filsafat yang mengkaji nilai-nilai menentukan apa yang seharusnya dilakukan manusia (aksiologi).
D. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Di dalam pasal ini diuraikan tentang garis besar dari apa yang akan diselidiki, mengapa diselidiki, bagaimana menyelidikinya, dan untuk apa maka diselidiki. Tentang apa yang diselidiki: tidak lain adalah masalah (baik dicari maupun diteliti). Masalah yaitu sesuatu yang dipertanyakan dan yang sangat penting untuk dipecahkan. Sesuatu hal yang dipertanyakan itu dapat dianggap sebagai masalah apabila mengundang beberapa kemungkinan (alternatif) pemecahan atau jawabannya. Apabila hanya mengandung satu macam kemungkinan jawaban (pemecahannya), maka tidak dianggap sebagai masalah, sebab kemungkinan jawaban (pemecahannya) ini akan menjadi teknik atau cara pemecahan masalah.
E. IDENTIFIKASI MASALAH
Mengidentifikasi masalah tidak lain menguraikan lebih jelas tentang masalah yang telah ditetapkan di dalam latar belakang penelitian. Di dalamnya berisi perumusan eksplisit dari masalah-masalah yang terkandung dalam suatu fenomena. Perumusannya diurut sesuai dengan urutan intensitas pengaruhnya di dalam topik penelitian. Selain itu perumusan ini mempunyai konsekuensi terhadap relevansi maksud dan tujuan, kegunaan penelitian, kerangka pikiran dan metode penelitiannya. Bentuk perumusannya dapat berupa kalimat pertanyaan atau dapat pula berupa kalimat pernyataan yang menggugah perhatian.
F. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
Di dalam pasal ini diuraikan tentang maksud atau hal-hal yang ingin dicapai, serta sasaran-sasaran yang dituju oleh penelitian ini. Apa yang dimaksud dan apa yang dituju harus dirumuskan secara spesifik dengan urutan yang sesuai dengan kepentingannya. Hal ini merupakan tindak lanjut terhadap masalah yang telah diidentifikasi; oleh karena itu harus terdapat konsistensi urutan masalah yang diidentifikasi itu dengan sikap atau perlakuan yang akan diambil, dengan urutan-urutan seperti yang telah tersusun dalam identifikasi masalahnya.
G. KERANGKA PIKIRAN
Dalam pasal ini diuraikan tentang pengaliran jalan pikiran menurut kerangka yang logis atau menurut “locigal construct”. Ini berarti mendudukperkarakan masalah yang telah diidentifikasi itu di dalam kerangka teoretis yang relevan, yang mampu menangkap, menerangkan, dan menunjukkan perspektif terhadap masalah tersebut. Upayanya ditujukan untuk dapat menjawab atau menerangkan masalah yang telah diidentifikasi itu. Cara berpikir ke arah memperoleh jawaban itu adalah dengan cara berpikir deduktif; yaitu cara berpikir yang bertolak dari hal-hal yang bersifat general (berlaku umum) kepada hal-hal yang lebih spesifik. Halhal yang bersifat umum itu tidak lain teori-teori (dalil, hukum, kaedah, dan sebagainya), sedangkan yang bersifat spesifik itu tidak lain adalah masalah yang telah diidentifikasi itu. Apakah masalah-masalah (yang telah diidentifikasi) itu benar-benar berada atau merupakan bagian atau kelas dari hal-hal yang bersifat general itu? Apabila telah benar-benar bahwa masalah-masalah itu telah duduk perkaranya, maka sebagai 250 kesimpulannya bertolak dari suatu ketentuan dalam hukum logika bahwa: “Hal-hal yang berlaku yang bersifat umum, akan berlaku pula bagi kelas atau bagian dari yang berlaku umum itu“. Selain itu oleh karena di dalam teori sudah terkandung suatu jawaban atau pemecahan bagi segala masalah yang relevan, dan apabila masalah yang diidentifikasi itu telah benar-benar dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari teori itu, maka berarti masalah itu telah menemukan jawabannya atau pemecahannya.
Komentar
Posting Komentar